Secara etimologi, wakaf berasal dari
perkataan Arab “Waqf” yang berarti “al-Habs”. Ia merupakan kata
yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya berarti
menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta
seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk
faedah tertentu.
Sebagai satu istilah dalam syariah
Islam, wakaf diartikan sebagai penahanan hak milik atas materi benda (al-‘ain)
untuk tujuan menyedekahkan manfaat atau faedahnya (al-manfa‘ah). Sedangkan
dalam buku-buku fiqh, para ulama berbeda pendapat dalam memberi pengertian
wakaf. Perbedaan tersebut membawa akibat yang berbeda pada hukum yang
ditimbulkan.
Dalam Undang-undang nomor 41 tahun
2004, wakaf diartikan dengan perbuatan hukum wakif untuk memisahkan
dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya
atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Dari beberapa definisi wakaf tersebut,
dapat disimpulkan bahwa wakaf bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah
harta yang diwakafkan kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan
ajaran syariah Islam. Hal ini sesuai dengan fungsi wakaf yang disebutkan pasal
5 UU no. 41 tahun 2004 yang menyatakan wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi
dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk
memajukan kesejahteraan umum.
Rukun
Wakaf
Ada empat
rukun yang mesti dipenuhi dalam berwakaf. Pertama, orang yang berwakaf (al-waqif).
Kedua, benda yang diwakafkan (al-mauquf). Ketiga, orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf ‘alaihi). Keempat,
lafadz atau ikrar wakaf (sighah).
Manfaat
Wakaf
Adapun bagi masyarakat, manfaat wakaf
antara lain :
1.
Sebagai sumber dana untuk kepentingan umat
Islam
2.
Mempermudah kesulitan yang dihadapi dalam membangun
sarana dan prasarana yang bersifat sosial dan keagamaan.
3.
Meningkatkan syiar Islam.