Al-Muzara’ah
adalah akad kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap,
di mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk
ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil
panen.
Muzara’ah
sering diidentikkan dengan mukhabarah. Dimana antara keduanya ada sedikit
perbedaan antara lain, apabila benih dari pemilik lahan maka dinamakan
muzara’ah, tetapi bila benih dari si penggarap maka dinamakan mukhabarah.
Landasan
Syariah:
Al-Hadits
Diriwayat dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW pernah memberikan tanah di Khaibar kepada penduduknya (waktu itu mereka masih Yahudi) untuk digarap dengan imbalan pembagian hasil buah-buahan dan tanaman.
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Jabir yang mengatakan bahwa bangsa Arab senantiasa mengolah tanahnya secara muzara’ah dengan rasio bagi hasil 1/3 : 2/3, 1/4 : 3/4, 1/2 : 1/2, maka Rasulullah pun bersabda, “Hendaklah menanami atau menyerahkannya untuk digarap. Barangsiapa tidak melakukan salah satu dari keduanya, tahanlah tanahnya.”
Ijma
Bukhari
mengatakan bahwa telah berkata Abu
Ja’far, “ Tidak ada satu rumah pun di Madinah kecuali penghuninya mengolah
tanah secara muzara’ah dengan pembagian hasil 1/3 dan ¼. Hal ini telah
dilakukan oleh Sayyidina Ali, Sa’ad bin Abi Waqash, Ibnu Mas’ud, Umar bin Abdul
Aziz, Qasim, Urwah keluarga Abu bakar dan keluarga Ali.”
Aplikasi
dalam Perbankan
Dalam
konteks ini lembaga keuangan Islam dapat memberikan pembiayaan bagi nasabah
yang bergerak dalam bidang plantation atas dasar prinsip bagi hasil dari hasil
panen. Dengan kata lain, bank syari’ah memberikan pembiayaan produktif dalam
pembiayaan peningkatan produksi baik dalam sektor kuantitatif (kualitas hasil
produksi).