Penggunaan
istilah BMT diambil dari kata-kata Baitul
Maal wa Baitul Tamwil, yang kemudian dalam perkembangannya menjadi Baitul
Maal wa Tamwil yang disingkat menjadi BMT.
Ada dua bagian dari BMT yang keduanya memiliki fungsi dan pengertian
yang berbeda.
Baitul
Maal merupakan lembaga penerima zakat, infak, sodaqoh dan sekaligus
menjalankannya sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Sedangkan Baitul Tamwil
adalah lembaga keuangan yang berorientasi bisnis dengan mengembangkan
usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kehidupan
ekonomi masyarakat terutama masyarakat dengan usaha skala kecil. Dalam
perkembangannya BMT juga diartikan sebagai Balai-usaha Mandiri Terpadu yang
singkatannya juga BMT.
Secara
garis besar BMT memiliki 2 fungsi utama:
1. Bait
al maal
lembaga
yang mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit,
sepertihalnya zakat, infaq, dan sadaqoh.
2. Bait
at tamwil
lembaga
yang mengarah pada usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial.
Badan
Hukum BMT
1.
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)
Bila
BMT didirikan dalam bentuk KSM, maka BMT akan mendapat sertifikasi operasi dari
Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) yang
mendapat pengakuan dari Bank Indonesia (BI) sebagai lembaga pengembangan swadaya
masyarakat yang mendukung program
hubungan bank dengan KSM. KSM juga dapat
berfungsi sebagai prakoperasi dengan tujuan mempersiapkan segala sesuatu supaya
BMT bisa menjadi koperasi BMT.
2.
Dalam bentuk Koperasi
Bila
pada awal pendirian telah ada kesiapan, maka BMT langsung didirikan dengan Badan
Hukum Koperasi.
3.
Sebagai Koperasi pondok Pesantren (KOPONTREN)
BMT
juga dapat menjadi U2O dan TPK dari Kopontren dan juga dapat didirikan
Kopontren BMT. Dalam hal ini panitia pendirian BMT dapat berkonsultasi dengan
Departemen Agama dan Departemen Koperasi Kabupaten/ Kota setempat.