Implementasi
operasi Pegadaian Syariah hampir bermiripan dengan Pegadaian konvensional.
Seperti halnya Pegadaian konvensional, Pegadaian Syariah juga menyalurkan uang
pinjaman dengan jaminan barang bergerak. Prosedur untuk memperoleh kredit gadai
syariah sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukkan bukti identitas diri dan
barang bergerak sebagai jaminan, uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang
tidak relatif lama. Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan
menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang
juga singkat.
Pegadaian Syariah di Indonesia pertama
kali berdiri di Jakarta dengan nama Unit
Layanan Gadai Syariah ( ULGS) Cabang Dewi Sartika di bulan Januari tahun 2003.
Menyusul kemudian pendirian ULGS di Surabaya, Makasar, Semarang, Surakarta, dan
Yogyakarta di tahun yang sama hingga September 2003. Masih di tahun yang sama
pula, 4 Kantor Cabang Pegadaian di Aceh dikonversi menjadi Pegadaian Syariah.
Teknik Transaksi
Sesuai dengan landasan konsep di atas,
pada dasarnya Pegadaian Syariah berjalan di atas dua akad transaksi Syariah
yaitu :
1.
Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan
harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak
yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya. Dengan akad ini Pegadaian menahan barang bergerak sebagai jaminan
atas utang nasabah.
2.
Akad Ijarah. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau
jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
atas barangnya sendri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi Pegadaian untuk
menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah
melakukan akad.